Sunday, October 26, 2008

Mendudukkan Soal "Ultra Petita"

oleh : Prof.Dr.Moh.Mahfud MD, SH, SU


Setelah beberapa kali Mahkamah Konstitusi atau MK membuat putusan yang ultra petita (memutus hal-hal yang tidak dimohon), kontroversi tentang boleh-tidaknya ultra petita dalam putusan MK terus bergulir.

Selain yang setuju, banyak pakar dan pekerja profesional hukum, termasuk mantan Hakim Agung Benjamin Mangkoedilaga, berpendapat, MK tak boleh membuat putusan yang mengandung ultra petita tanpa pencantuman di dalam UU.

Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, mengatakan, boleh saja putusan MK memuat ultra petita jika masalah pokok yang
dimintakan review terkait pasal-pasal lain dan menjadi jantung dari UU yang harus diuji itu.

Menurut Jimly, larangan ultra petita hanya ada dalam peradilan perdata. Sedangkan Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir
Manan, beberapa waktu lalu, mengatakan, ultra petita dalam putusan MK dapat dibenarkan asal dalam permohonan
judicial review atas isi UU itu pemohon mencantumkan permohonan ex aequo et bono (memutus demi keadilan).

Tergantung UU

Dalam asas keadilan, pengadilan dilepaskan dari belenggu "formalitas semata" agar leluasa membuat putusan yang adil
tanpa harus terikat pada ketentuan atau isi permohonan resmi.

Pandangan itu agak tidak sesuai dengan putusan MK sendiri yang pernah membatalkan Penjelasan Pasal 2 Ayat (1) UU
Nomor 31 Tahun 1999 mengenai sifat perbuatan melawan hukum secara material dalam hukum pidana.

Namun, masalah ini bisa dibantah dengan mengatakan, peradilan pidana dan peradilan MK itu berbeda. Yang menolak
adanya ultra petita dalam putusan MK berargumen, putusan ultra petita merupakan pelanggaran atas ranah legislatif oleh
lembaga yudikatif karena mencampuri kewenangan mengatur (regeling) yang tidak dipersoalkan.

Sebenarnya kedua pihak yang berhadapan dalam kontroversi itu hanya mendasarkan pandangan dan argumennya
menurut logika pilihannya sendiri, bukan menurut UU. UU tentang MK sama sekali tidak menyebutkan apakah putusan
ultra petita itu dibolehkan atau tidak. Namun, memang saat inilah kontroversi tentang hal ini bisa mulai dikerucutkan dan
dipertemukan dalam satu kesepakatan, sebab saat ini lembaga legislatif sedang menyiapkan RUU tentang Perubahan
UU Mahkamah Konstitusi.

Argumen bahwa MK boleh membuat ultra petita karena larangan untuk itu hanya berlaku dalam peradilan perdata agak
sulit diterima. Dalam hukum, banyak segi yang tidak menyekat secara mutlak berlakunya sesuatu hanya dalam satu
bidang hukum tertentu. Bisa saja, apa yang berlaku dalam satu bidang hukum diberlakukan juga dalam bidang hukum
lain asal diatur dalam UU.

Masalah pembuktian, misalnya, meski urutan prioritasnya berbeda, banyak penyamaan pemberlakuan dalam peradilan
pidana, peradilan perdata, dan peradilan tata usaha negara.

Boleh-tidak berlakunya sesuatu itu tergantung pada bagaimana pembuat UU menyikapi dan menempatkannya dalam UU.
Dengan demikian, putusan ultra petita yang tegas dilarang dalam peradilan perdata bisa diberlakukan dalam peradilan di
MK, asal dimasukkan dalam UU.

Contoh jelas kasus ini adalah pemberlakuan "asas legalitas" yang tercantum dalam Pasal 1 Ayat (1) KUH Pidana.
Semula asas legalitas itu muncul sebagai milik dan berlaku dalam hukum administrasi negara saat bidang hukum ini
menyatakan, setiap penarikan pajak harus didasarkan UU sebab penarikan pajak tanpa UU adalah perampokan (no
taxation without representation, taxation without representation is robery).

Setelah selama puluhan tahun asas legalitas berlaku lebih dulu di dalam hukum administrasi negara, kemudian
diberlakukan juga dalam hukum pidana dengan dalil "tidak ada satu perbuatan pun yang dapat dijatuhi hukuman pidana
sebelum perbuatan itu dinyatakan dilarang di dalam UU".

Jadi apa yang berlaku dalam satu bidang hukum dapat saja diberlakukan di dalam bidang hukum lain selama UU
memberlakukannya.

Batas ranah legislatif
Penulis cenderung menyetujui pendapat, putusan MK tak boleh memuat ultra petita sebab sejak awal MK didesain untuk
mengawal konstitusi dalam arti menjaga agar tidak ada UU yang bertentangan dengan UUD. Kekuasaan membuat UU
sepenuhnya ada pada legislatif yang merupakan ranah yang tak boleh dilanggar. MK sebagai lembaga yudikatif hanya
boleh menyatakan satu UU atau bagiannya bertentangan atau tidak bertentangan dengan konstitusi.

Berdasar itu, dalam membuat putusan, MK tidak boleh membuat putusan yang bersifat mengatur, tidak boleh
membatalkan UU atau isi UU yang oleh UUD dinyatakan terbuka (diserahkan pengaturannya kepada legislatif), dan tidak
boleh membuat putusan yang ultra petita.

Putusan pembatalan yang ultra petita pada hakikatnya adalah intervensi atas ranah legislatif karena berisi pembatalan
atas apa yang diatur oleh legislatif sesuai kewenangannya, padahal tidak ada pihak yang mempersoalkannya.
Soal adanya masalah bahwa yang di-review ternyata terkait masalah lain di dalam UU, biarlah hal itu menjadi urusan
legislatif untuk menindaklanjuti, tak usah diputus MK. Toh, kalau muncul masalah di pengadilan, dengan sendirinya hakim
akan tahu mana yang masih berlaku dan mana yang tak dapat berlaku karena adanya putusan MK.

Tuesday, October 21, 2008

PRESENTASI

Menyampaikan gagasan melalui presentasi saat ini sudah merupakan bagian dari tugas karyawan kantor baik di instansi pemerintah ataupun swasta. Keterampilan yang tinggi dalam hal ini akan menjadi modal bagi seseorang yang meniti jalur kariernya. Presentasi merupakan media komunikasi lisan untuk menyampaikan pikiran, ide-ide atau keterangan mengenai apa saja yang merupakan tanggung jawab seseorang baik itu merupakan barang atau jasa.

Presentasi juga merupakan kesempatan untuk menunjukkan kemampuan, karena dari cara seseorang memberikan presentasi dapat dinilai seberapa jauh ia menguasai bidang atau permasalahan yang dikelola oleh yang bersangkutan.

Beberapa kiat-kiat yang bisa dilakukan agar presentasi berjalan dengan sukses, antara lain :
- kenali diri sebelum mengenal orang lain (terutama audiens yang akan menjadi obyek presentasi)
- identifikasi dan atasi hambatan untuk komunikasi yang efektif
- maksimalkan bahasa tubuh untuk hasil komunikasi yang baik (meliputi postur, kontak mata, gerak tubuh, ekspresi/mimik muka)
- kembangkan kecerdasan emosional
- berkomunikasi dengan penuh empati dan antusias
- penguasaan materi presentasi
- pahami cara kerja alat bantu presentasi yang digunakan
- jaga penampilan dan tata cara berbusana
- penggunaan prinsip logis, argumentatif dan persuasif




Saturday, October 11, 2008

motret


iseng-iseng motret di sebuah tempat di pinggir sungai beberapa saat setelah shubuh .....